Kamis, 21 Juni 2012

Prospek Pengembangan Peternakan Kambing Melalui Program Village Breeding Center (VBC) Di Kabupaten Konawe Kecamatan Wawotobi Kelurahan Palarahi


I.    PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dewasa ini peningkatan akan kebutuhan daging terus meningkat, dimana peningkatan kebutuhan ini terjadi seiring dengan peningkatan populasi penduduk dan kesadaran masyarakat tentang ilmu pengetahuan akan pentingnya gizi bagi tubuh. Sementara populasi ternak lokal sebagai penghasil daging masih belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga kita masih harus mengimpor daging dari luar negeri agar kebutuhan dapat terpenuhi. Padahal dengan sumber daya alam yang ada kita dapat mengembangkan peternakan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa harus mengimpor daging dari luar  negeri. Saat ini pembibitan kambing masih berbasis pada peternakan rakyat yang berciri skala usaha kecil, manajemen sederhana, pemamfaatan teknologi seadanya, lokasi tidak terkonsentrasi dan belum menerapkan sistem dan usaha agribisnis.
Kambing merupakan ternak yang memiliki sifat toleransi tinggi terhadap bermacam-macam pakan hijauan serta mempunyai daya adaptasi  yang baik terhadap berbagai keadaan lingkungan. Pengembangan kambing memiliki memiliki peluang komoditas ekspor, sehingga bibit kambing merupakan saah satu faktor produksi yang menentukan dan mempunyai nilai startegis dalam upaya pengembangan secara berkelanjutan.
Pemeliharaan kambing beberapa tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Perkembangan ini senantiasa didorong oleh pemerintah dalam upaya tercapainya swasembada daging.  Pada tahun 2001 populasi kambing di Indonesia adalah sebesar 12,5 juta ekor.  Populasi ini terus-menerus mengalami peningkatan hingga mencapai 13,2 juta ekor pada tahun 2005Tingkat konsumsi akan kambing secara nasional terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Meskipun terjadi kenaikan populasi, tetap belum mampu memenuhi kebutuhan daging nasional. Jumlah kambing yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) dan di Luar Rumah Potong Hewan (LRPH) yang dilaporkan pada tahun 2001 – 2005 adalah berturut-turut sebesar 548.451 ekor, 562.845 ekor, 574.258 ekor, 590.827 ekor, dan 606.384 ekor.
Sementara untuk Kabupaten Konawe terjadi peningkatan jumlah peternakan kambing, hal ini didasari banyaknya permintaan daging Kambing di Kabupaten Konawe. Data BPS (2009) menunjukan bahwa pemotongan kambing pada tahun 2006  sebesar 895 ekor dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 1.092 ekor.
Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan akan pemenuhan kebutuhan daging yaitu dengan cara mengembangkan peternakan dalam hal ini mengadakan program pembibitan ternak terutama ternak kambing. Sulawesi Tenggara merupakan salah satu sentra pengembangan ternak ruminansia di Kawasan Timur Indonesia yang baik untuk mengembangkan populasi ternak kambing dengan berbasis pembibitan peternakan rakyat atau biasa disebut dengan Village Breeding Center (VBC) dengan penerapan sistem dan usaha agribisnis sehingga pembibitan yang nantinya akan dikembangkan tidak hanya berjalan sementara tetapi diharapkan dapat dikembangkan secara berkelanjutan. Hal ini tentunya merupakan tugas dan tanggung jawab kita semua, baik kita sebagai sarjana peternakan, masyarakat peternak maupun pemerintah untuk bersama-sama meningkatkan populasi ternak kambing melalui program pembibitan peternakan rakyat (VBC) untuk memenuhi kebutuhan mayarakat akan daging dengan memamfaatkan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang cukup potensial dan untuk mengembangkan ternak lokal seperti ternak kambing.
B.       Rumusan Masalah
Rumusan dari makalah ini yaitu :
1.      Apakah di Sulawesi Tenggara khususnya di Kabupaten Konawe, Kecamatan Wawotobi berpotensi untuk mengembangkan program pembibitan peternakan rakyat (Village Breeding Center).


II.     PEMBAHASAN

A.      Potensi Pengembangan Program Pembibitan Kambing di Kabupaten
       Konawe Kecamatan Wawotobi

    Gambar 1. Peta Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe
   a.      Keadaan Wilayah Kabupaten Konawe Kecamatan Wawotobi
Kabupaten Konawe memiki jarak tempuh 73 km dari Kota Kendari, secara geografis terletak dibagian selatan Katulistiwa, memanjang dari utara ke selatan di antara antara 3°00' – 4°25' Lintang Selatan dan membentang dari barat ke timur antara 121°73' – 123°15' Bujur Timur.
Kondisi topografi dan hidrologi Kabupaten Konawe terdiri dari Permukaan tanah pada umumnya bergunung dan berbukit yang diapit dataran rendah yang sangat potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Berdasarkan garis ketinggian menurut hasil penelitian pada areal seluas 1.556.160 ha. Jenis tanah meliputi Latosol 363.380 ha atau 23.35 persen. Padzolik 438.110 ha 28,15 persen, Organosol 73.316 ha atau 4,80 persen dan tanah campuran 553.838 ha 35,59 persen. Kabupaten Konawe mempunyai beberapa sungai besar yang cukup potensial untuk pengembangan pertanian, irigasi dan pembangkit tenaga listrik, seperti Sungai Konaweeha, Sungai Lahumbuti, Sungai Lapoa, Sungai Lasolo, Sungai Kokapi, Sungai Toreo, Sungai Andumowu dan Sungai Molawe.
Sedangkan kondisi agroklimat dimana curah hujan di tahun 2005 mencapai 2.851 mm dalam 205 hari hujan (hh) atau lebih tinggi dari tahun 2004 dengan curah hujan 1.556 mm dalam 132 hh.
Secara keseluruhan, Kabupaten Konawe merupakan daerah bersuhu tropis.  Menurut data yang diperoleh  dari Pangkalan  Udara  Wolter monginsidi Kendari, selama tahun 2009 suhu udara maksimum 35oC dan minimum 17oC atau dengan rata-rata 33,5 0C dan 19,3 0C. Tekanan udara rata-rata 1.009,1 milibar dengan kelembaban udara rata-rata 75,7 persen. Kecepatan angin pada umumnya berjalan normal yaitu disekitar 4,25 M/Sec.
Secara khusus di Kecamatan Wawotobi memiliki keadaan daerah yang tidak jauh berbeda dengan kabupaten Konawe secara umum. Secara umum Kecamatan Wawotobi terletak dibagian utara wilayah Kabupaten Konawe ±  6 Km kearah Timur dari kota Unaaha dan 65 Km kearah Barat dari ibukota Propinsi. Dimana Kecamatan Wawotobi merupakan wilayah daratan. Sebagian besar (62.02%). Kondisi wilayahnya datar sampai berombak dan sedikit sekali (5.46%) berbukit sampai bergunung. Daerah ini sangat cocok sebagai daerah pertanian. Dengan luas wilayah 6.768 Ha atau sekitar 1,02 % luas wilayah kabupaten Konawe, luas ini  termasuk hutan negara.
Berdasarkan data BPS, Kecamatan wawotobi pada tahun 2010 memiliki jumlah penduduk sebanyak 277,88 jiwa. Dengan laju pertumbuhan 1% pertahun.
Kecamatan Wawotobi memliki pola curah hujan tahunan 1.500-1.900 mm. Dengan sumber air yang melimpah yang terdiri dari sumur gali yang hampir setiap rumah tangga memilikinya. Selain itu sumber irigasi lain yang mnegairi persawahan dan perkebunan yaitu dari sungai lahambuti, sungai konaweeha dan sungai lasolo.
Penggunaan tanah di Kecamatan Wawotobi terdiri atas Sawah, Tanah kering, Bangunan/Pekarangan, dan lainnya. Penggunaan lahan yang terbesar di Kecamatan Wawotobi adalah lahan kering. Luas lahan kering mencapai  5.906 Ha atau 51 persen, Sawah 2.269 atau 19 persen, tanah lainnya 2.675 Ha atau 23 % dan sisanya  bangunan/pekarangan 819 ha atau 8 persen. Sedangkan komoditas utama di Kecamatan Wawotobi yaitu Padi disamping tanaman pertanian perkebunan seperti Kelapa Dalam, Kelapa Hibryda, Lada dan sagu.
Sedangkan Secara keseluruhan jumlah populasi ternak terbesar adalah sapi  yaitu sebanyak 2.230 ekor yang tersebar pada setiap desa/kelurahan di Kecamatan Wawotobi. Adapun untuk unggas, maka Ayam Buras memiliki populasi terbesar yaitu mencapai 32.834 ekor. Populasi ternak dan unggas lainnya yaitu kambing sebanyak 694 ekor; itik/manila 1.881 ekor dan Angsa 68 ekor.
            Dengan keadaan wilayah seperti ini memungkinkan dilakukan program pembibitan ternak Kambing di kecamatan Wawotobi.
  b.      Potensi Kambing di Kabupaten Konawe
Kambing sangat digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak perkelahiran sering lebih dari satu ekor, jarak antar kelahiran pendek dan pertumbuhan anaknya cepat.  Selain itu, kambing memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi agroekositem suatu tempat.  Jenis ternak kambing yang banyak dipelihara di pedesaan adalah ternak kambing kacang (Sarwono, 2010).
Kambing kacang merupakan kambing asli Indonesia. Sifatnya lincah, tahan terhadap berbagai kondisi dan mampu beradaptasi dengan baik di berbagai lingkungan alam setempat.  Kambing kacang sangat cepat berkembang biak karena pada umur 15-18 bulan sudah bisa menhasilkan keturunan.  Kambing ini cocok untuk penghasil daging karena sangat prolifik (sering melahirkan anak kembar dua). Kadang dalam satu tahun kelahiran menghasilkan keturunan kembar tiga setiap induknya.  Hewan ini sering dibiarkan mencari pakan sendiri, kawin dan beranak tanpa bantuan pemilik ternak.  Produk yang dihasilkan terutama dimanfaatkan dalam bentuk daging dan kulit (Mulyono dan Sarwono, 2010).
Kambing kacang termasuk kambing yang sangat subur, dapat beranak pertama kali pada umur 15-18 bulan dan cepat berkembangbiak, karena perkembangbiakannya cepat dan terdapat dimana-mana, maka kambing kacang mempunyai peranan yang cukup berarti dalam penyediaan daging dan membantu perekonomian petani yang berpenghasilan rendah (Djanah, 1990).
Kambing cukup potensial dikembangkan sebagai ternak pedaging karena kidding interval (jarak beranak) pendek.  Pada umur 1-2 tahun anak kambing sudah bisa dipotong untuk dikonsumsi dagingnya (Mulyono dan Sarwono, 2010). Menurut Sarwono (2010), nilai ekonomi, sosial, dan budaya beternak kambing sangat nyata.  Dijelaskan lebih lanjut, besarnya nilai sumber daya bagi pendapatan keluarga petani bisa mencapai 14-25% dari total pendapatan keluarga dan semakin rendah tingkat per luasan lahan pertanian, semakin besar nilai sumber daya yang diusahakan dari beternak kambing.
Di Sulawesi Tenggara sendiri, khususnya Kabupaten Konawe, permintaan daging kambing untuk tahun 2007 sebesar 13.419 ekor yang permintaannya berada pada urutan kedua setelah Kabupaten Kolaka.
Tabel 1. Populasi Ternak Kecil Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 (Ekor)

Kabupaten/Kota

Kambing

Domba

Babi

Jumlah
1.     Buton
2.     Muna
3.     Konawe
4.     Kolaka
5.     Kota Kendari
6.     Kota Bau-Bau
7.     Wakatobi
8.     Bombana
9.     Konawe Selatan
1    Kolaka Utara
1    Konawe Utara
1    Buton Utara
19.446
7.082
13.419
22.992
3.060
1.037
11.270
12.535
6.107
1.226
5.525
1.590
-
-
-
-
-
-
-
-
353
-
-
-
382
612
10.585
7.359
20
1.307
-
1.100
6.191
-
65
-
19.828
7.694
24.004
30.281
3.080
2.344
11.270
13.988
12.298
1.226
5.590
1.590
Prop. Sulawesi Tenggara
 2007*
2006
2005
2004
2003


105.219
99.938
86.310
82.160
73.927


353
306
240
232
298


27.621
29.237
26.782
25.044
21.191


133.193
129.481
113.332
107.436
95.416
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara

Kabupaten Konawe merupakan sentra peternakan yang baik untuk dikembangkan terutama ternak Kambing.  Pada tahun 2006 populasi ternak kambing di kabupaten konawe meningkat tetapi pada tahun 2007 terjadi penurunan yang sangat signifikan. Pada tahun 2008 perlahan-lahan barulah terjadi peningkatan  populasi. Hal ini didasari pada populasi ternak kambing yang terus meningkat pada tahun 2007-2010. Ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Populasi ternak kambing di Kabupaten Konawe  2006-2010
No
Tahun
Populasi
1
2010
16.496
2
2009
16.401
3
2008
15.309
4
2007
13.419
5
2006
20.022
Sumber: (BPS kota Kendari, 2010)
            Dari data di atas terlihat bahwa peningkatan populasi ternak kambing pertahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Konawe secara umum dan Kecamatan  Wawotobi secara khusus. Namun terjadinya peningkatan populasi tersebut belum memenuhi kebutuhan daging perkapita. Selama ini untuk memenuhi permintaan daging Kambing di Kabupaten Konawe selalu mendatangkan  dari luar daerah seperti dari Kabupaten Konawe Selatan khususnya desa Moramo. Sehingga perlu upaya pengembangan program pembibitan ternak  di Kabupaten Konawe khususnya kecamatan Wawotobi untuk mengatasi kurangnya pasokan daging untuk di daerah itu agar dapat tercukupi sehingga kita tidak perlu lagi mendatangkan ternak tersebut dari daerah lain. Selain itu dengan program Village Breeding Center yang merupakan usaha pembibitan ternak rakyat dapat meminimalisir angka pengangguran  dan membantu meningkatkan produktif dari masyarakat setempat untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik dan menjadikan usaha pembibitan sebagai mata pencaharian utama bukan sebagai sampingan.
Namun ada beberapa factor yang menjadi masalah pengembangan ternak kambing selama ini yaitu :
1.      Kurangnya bibit unggul yang akan dijadikan sebagai bibit dalam pengembangan program pembibitan.
2.      Keterbatasan anggaran dari Pemerintah untuk mendukung prospek pengembangan ternak kambing.
3.      Keterbatasan Sumber Daya Manusia yang mampu memberikan bimbingan teknis.
4.      Tidak semua masyarakat yang memiliki keinginan yang kuat untuk menjadikan peternakan kambing menjadi sebuah bisnis utama.
5.      Masih sedikitnya peran stakeholders lainnya yang bersedia untuk mendorong program tersebut.
6.      Keterbatasan pengetahuan dan sulitnya masyarakat untuk mengakses permodalan terutama kelembaga keuangan.
B.       Program Pembibitan Ternak Kambing di Kabupaten Konawe
Village Breeding Center (VBC) yang merupakan kawasan pengembangan peternakan yang berbasis pada usaha pembibitan ternak rakyat ini bertujuan untuk menghasilkan bibit ternak untuk keperluan sendiri atau untuk diperjual belikan. Selain itu dengan program pembibitan ini dapat meningkatkan populasi kambing yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan daging bagi masyarakat setempat agar tidak lagi mengimpor daging dari luar untuk memenuhi kebutuhan akan daging. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada program pembibitan Kambing di Kabupaten Konawe Kecamatan Wawotobi, antara lain :
1.        Pemilihan Lokasi VBC
Lokasi yang dipilih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a.    Tidak bertentangan dengan rencana umum tata ruang (RUTR) dan rencana detail tata ruang daerah (RDTRD) setempat;
b.    Merupakan daerah padat ternak dan atau daerah pengembangan ternak disuatu wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sosial budaya untuk mendukung penyediaan bibit bermutu;
c.    Lokasi mudah dijangkau, terkonsentrasi dalam satu kawasan sehingga mutasi ternak dapat dikendalikan;
d.   Tersedia sarana dan prasarana perbibitan dan petugas teknis peternakan.
Dalam pogram pembibitan kambing. Pemilihan lokasi VBC harus disesuaikan dengan  jenis ternak yang akan dikembangkan sebagai sumber bibit di daerah tersebut guna mengetahui kesesuaian teknis disetiap lokasi yang ditetapkan. Selanjutnya dilakukan pendataan tentang berapa populasi tenak dan sumber daya alam, serta sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam program pembibitan agar program pembibitan dapat berjalan dengan baik.
2.        Kelompok Peternak
Kelompok peternak dalam program pembibitan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.       Memiliki ternak yang akan diikutkan dalam program VBC;
b.       Bersedia mengikuti petunjuk teknis VBC;
c.        Bersedia membentuk kelompok peternak pembibit.