Jumat, 22 Juni 2012
Kamis, 21 Juni 2012
Prospek Pengembangan Peternakan Kambing Melalui Program Village Breeding Center (VBC) Di Kabupaten Konawe Kecamatan Wawotobi Kelurahan Palarahi
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dewasa
ini peningkatan akan kebutuhan daging terus meningkat, dimana peningkatan
kebutuhan ini terjadi seiring dengan peningkatan populasi penduduk dan
kesadaran masyarakat tentang ilmu pengetahuan akan pentingnya gizi bagi tubuh.
Sementara populasi ternak lokal sebagai penghasil daging masih belum dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga kita masih harus mengimpor daging dari
luar negeri agar kebutuhan dapat terpenuhi. Padahal dengan sumber daya alam
yang ada kita dapat mengembangkan peternakan dan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat tanpa harus mengimpor daging dari luar negeri. Saat ini pembibitan kambing masih
berbasis pada peternakan rakyat yang berciri skala usaha kecil, manajemen
sederhana, pemamfaatan teknologi seadanya, lokasi tidak terkonsentrasi dan
belum menerapkan sistem dan usaha agribisnis.
Kambing
merupakan ternak yang memiliki sifat toleransi tinggi terhadap bermacam-macam
pakan hijauan serta mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap berbagai keadaan
lingkungan. Pengembangan kambing memiliki memiliki peluang komoditas ekspor,
sehingga bibit kambing merupakan saah satu faktor produksi yang menentukan dan
mempunyai nilai startegis dalam upaya pengembangan secara berkelanjutan.
Pemeliharaan kambing beberapa tahun
terakhir menunjukkan perkembangan
yang
cukup menggembirakan. Perkembangan ini senantiasa didorong oleh pemerintah dalam upaya tercapainya
swasembada daging. Pada tahun 2001 populasi kambing di Indonesia adalah sebesar
12,5 juta ekor. Populasi ini
terus-menerus mengalami peningkatan hingga mencapai 13,2 juta ekor pada tahun
2005. Tingkat konsumsi akan kambing secara nasional terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Meskipun terjadi
kenaikan populasi, tetap belum mampu memenuhi kebutuhan daging nasional. Jumlah kambing yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) dan
di Luar Rumah Potong Hewan (LRPH) yang dilaporkan pada tahun 2001 – 2005 adalah
berturut-turut sebesar 548.451 ekor, 562.845 ekor, 574.258 ekor, 590.827 ekor,
dan 606.384 ekor.
Sementara untuk Kabupaten Konawe terjadi
peningkatan jumlah peternakan kambing, hal ini didasari banyaknya permintaan
daging Kambing di Kabupaten Konawe.
Data BPS (2009)
menunjukan bahwa pemotongan kambing pada tahun 2006 sebesar 895 ekor dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan
sebesar 1.092
ekor.
Salah
satu upaya untuk mengatasi permasalahan akan pemenuhan kebutuhan daging yaitu
dengan cara mengembangkan peternakan dalam hal ini mengadakan program pembibitan ternak
terutama ternak kambing. Sulawesi Tenggara merupakan salah satu sentra
pengembangan ternak ruminansia di Kawasan Timur Indonesia yang baik untuk
mengembangkan populasi ternak kambing dengan berbasis pembibitan peternakan
rakyat atau biasa disebut dengan Village
Breeding Center (VBC) dengan penerapan sistem dan usaha agribisnis sehingga
pembibitan yang nantinya akan dikembangkan tidak hanya berjalan sementara
tetapi diharapkan dapat dikembangkan secara berkelanjutan. Hal ini tentunya
merupakan tugas dan tanggung
jawab kita semua, baik kita sebagai sarjana peternakan,
masyarakat peternak maupun pemerintah untuk bersama-sama meningkatkan populasi
ternak kambing melalui program pembibitan peternakan rakyat (VBC) untuk memenuhi kebutuhan mayarakat
akan daging dengan memamfaatkan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia
(SDM) yang cukup potensial dan untuk mengembangkan ternak lokal seperti ternak
kambing.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan
dari makalah ini yaitu :
1. Apakah
di Sulawesi Tenggara khususnya di Kabupaten
Konawe, Kecamatan Wawotobi berpotensi untuk
mengembangkan program pembibitan peternakan rakyat (Village Breeding Center).
II.
PEMBAHASAN
A.
Potensi
Pengembangan Program Pembibitan Kambing di Kabupaten
Konawe Kecamatan Wawotobi
Gambar 1. Peta Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe
a.
Keadaan Wilayah
Kabupaten Konawe Kecamatan Wawotobi
Kabupaten Konawe memiki jarak tempuh 73 km dari Kota Kendari, secara geografis terletak dibagian
selatan Katulistiwa, memanjang dari utara ke selatan di
antara antara 3°00' – 4°25' Lintang Selatan dan membentang dari barat ke timur
antara 121°73' – 123°15' Bujur Timur.
Kondisi topografi dan hidrologi Kabupaten Konawe terdiri
dari Permukaan tanah pada umumnya bergunung dan berbukit yang diapit dataran rendah yang
sangat potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Berdasarkan garis ketinggian
menurut hasil penelitian pada areal seluas 1.556.160 ha. Jenis tanah meliputi
Latosol 363.380 ha atau 23.35 persen. Padzolik 438.110 ha 28,15 persen,
Organosol 73.316 ha atau 4,80 persen dan tanah campuran 553.838 ha 35,59 persen.
Kabupaten Konawe mempunyai beberapa
sungai besar yang cukup potensial untuk
pengembangan pertanian, irigasi dan pembangkit tenaga listrik,
seperti Sungai Konaweeha, Sungai Lahumbuti, Sungai Lapoa, Sungai Lasolo, Sungai
Kokapi, Sungai Toreo, Sungai Andumowu dan Sungai Molawe.
Sedangkan kondisi agroklimat dimana curah hujan di tahun
2005 mencapai 2.851 mm dalam 205 hari hujan (hh) atau lebih tinggi dari tahun
2004 dengan curah hujan 1.556 mm dalam 132 hh.
Secara
keseluruhan, Kabupaten Konawe merupakan daerah bersuhu tropis. Menurut
data yang diperoleh dari Pangkalan Udara Wolter monginsidi
Kendari, selama tahun 2009 suhu udara maksimum 35oC dan minimum 17oC atau
dengan rata-rata 33,5 0C dan 19,3 0C. Tekanan udara
rata-rata 1.009,1 milibar dengan kelembaban udara rata-rata 75,7 persen.
Kecepatan angin pada umumnya berjalan normal yaitu disekitar 4,25 M/Sec.
Secara khusus di Kecamatan Wawotobi memiliki keadaan daerah
yang tidak jauh berbeda dengan kabupaten Konawe secara umum. Secara umum Kecamatan
Wawotobi terletak dibagian utara wilayah Kabupaten Konawe ± 6 Km kearah Timur dari kota Unaaha dan 65 Km
kearah Barat dari ibukota Propinsi. Dimana Kecamatan Wawotobi merupakan wilayah
daratan. Sebagian besar (62.02%). Kondisi wilayahnya datar sampai berombak dan
sedikit sekali (5.46%) berbukit sampai bergunung. Daerah ini sangat cocok
sebagai daerah pertanian. Dengan luas wilayah 6.768 Ha atau sekitar 1,02 % luas
wilayah kabupaten Konawe, luas ini
termasuk hutan negara.
Berdasarkan data
BPS, Kecamatan wawotobi pada tahun 2010 memiliki jumlah penduduk sebanyak 277,88
jiwa. Dengan laju pertumbuhan 1% pertahun.
Kecamatan
Wawotobi memliki pola curah hujan tahunan 1.500-1.900 mm. Dengan sumber air
yang melimpah yang terdiri dari sumur gali yang hampir setiap rumah tangga
memilikinya. Selain itu sumber irigasi lain yang mnegairi persawahan dan
perkebunan yaitu dari sungai lahambuti, sungai konaweeha dan sungai lasolo.
Penggunaan
tanah di Kecamatan Wawotobi terdiri atas Sawah, Tanah kering,
Bangunan/Pekarangan, dan lainnya. Penggunaan lahan yang terbesar di Kecamatan
Wawotobi adalah lahan kering. Luas lahan kering mencapai 5.906 Ha atau 51
persen, Sawah 2.269 atau 19 persen, tanah lainnya 2.675 Ha atau 23 % dan
sisanya bangunan/pekarangan 819 ha atau 8 persen. Sedangkan komoditas
utama di Kecamatan Wawotobi yaitu Padi disamping tanaman pertanian perkebunan
seperti Kelapa Dalam, Kelapa Hibryda, Lada dan sagu.
Sedangkan
Secara keseluruhan jumlah populasi ternak terbesar adalah sapi yaitu
sebanyak 2.230 ekor yang tersebar pada setiap desa/kelurahan di Kecamatan
Wawotobi. Adapun untuk unggas, maka Ayam Buras memiliki populasi terbesar yaitu
mencapai 32.834 ekor. Populasi ternak dan unggas lainnya yaitu kambing sebanyak
694 ekor; itik/manila 1.881 ekor dan Angsa 68 ekor.
Dengan
keadaan wilayah seperti ini memungkinkan dilakukan program pembibitan ternak
Kambing di kecamatan Wawotobi.
b.
Potensi Kambing di Kabupaten Konawe
Kambing
sangat
digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya yang tidak
terlalu besar, perawatannya mudah, cepat berkembang biak, jumlah anak
perkelahiran sering lebih dari satu ekor, jarak antar kelahiran pendek dan
pertumbuhan anaknya cepat. Selain itu,
kambing memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi agroekositem suatu
tempat. Jenis ternak kambing yang banyak
dipelihara di pedesaan adalah ternak kambing kacang (Sarwono, 2010).
Kambing kacang
merupakan kambing asli Indonesia. Sifatnya lincah, tahan terhadap berbagai
kondisi dan mampu beradaptasi dengan baik di berbagai lingkungan alam
setempat. Kambing kacang sangat cepat
berkembang biak karena pada umur 15-18 bulan sudah bisa menhasilkan
keturunan. Kambing ini cocok untuk
penghasil daging karena sangat prolifik (sering
melahirkan anak kembar dua). Kadang dalam satu tahun kelahiran menghasilkan
keturunan kembar tiga setiap induknya.
Hewan ini sering dibiarkan mencari pakan sendiri, kawin dan beranak
tanpa bantuan pemilik ternak. Produk
yang dihasilkan terutama dimanfaatkan dalam bentuk daging dan kulit (Mulyono
dan Sarwono, 2010).
Kambing kacang
termasuk kambing yang sangat subur, dapat beranak pertama kali pada umur 15-18
bulan dan cepat berkembangbiak, karena perkembangbiakannya cepat dan terdapat
dimana-mana, maka kambing kacang mempunyai peranan yang cukup berarti dalam
penyediaan daging dan membantu perekonomian petani yang berpenghasilan rendah
(Djanah, 1990).
Kambing cukup
potensial dikembangkan sebagai ternak pedaging karena kidding interval (jarak beranak) pendek. Pada umur 1-2 tahun anak kambing sudah bisa
dipotong untuk dikonsumsi dagingnya (Mulyono dan Sarwono, 2010).
Menurut
Sarwono (2010), nilai ekonomi, sosial, dan budaya beternak kambing sangat
nyata. Dijelaskan lebih lanjut, besarnya
nilai sumber daya bagi pendapatan keluarga petani bisa mencapai 14-25% dari
total pendapatan keluarga dan semakin rendah tingkat per luasan lahan
pertanian, semakin besar nilai sumber daya yang diusahakan dari beternak
kambing.
Di Sulawesi
Tenggara sendiri, khususnya Kabupaten Konawe, permintaan daging kambing untuk
tahun 2007 sebesar 13.419 ekor yang permintaannya berada pada urutan kedua
setelah Kabupaten Kolaka.
Tabel 1. Populasi Ternak Kecil
Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 (Ekor)
Kabupaten/Kota
|
Kambing
|
Domba
|
Babi
|
Jumlah
|
1.
Buton
2.
Muna
3.
Konawe
4.
Kolaka
5.
Kota Kendari
6.
Kota Bau-Bau
7.
Wakatobi
8.
Bombana
9.
Konawe Selatan
1 Kolaka Utara
1 Konawe Utara
1 Buton Utara
|
19.446
7.082
13.419
22.992
3.060
1.037
11.270
12.535
6.107
1.226
5.525
1.590
|
-
-
-
-
-
-
-
-
353
-
-
-
|
382
612
10.585
7.359
20
1.307
-
1.100
6.191
-
65
-
|
19.828
7.694
24.004
30.281
3.080
2.344
11.270
13.988
12.298
1.226
5.590
1.590
|
Prop. Sulawesi Tenggara
2007*
2006
2005
2004
2003
|
105.219
99.938
86.310
82.160
73.927
|
353
306
240
232
298
|
27.621
29.237
26.782
25.044
21.191
|
133.193
129.481
113.332
107.436
95.416
|
Sumber : Dinas Pertanian Provinsi
Sulawesi Tenggara
|
Kabupaten
Konawe merupakan sentra peternakan yang baik untuk
dikembangkan terutama ternak Kambing. Pada tahun 2006 populasi ternak kambing di
kabupaten konawe meningkat tetapi pada tahun 2007 terjadi penurunan yang sangat
signifikan. Pada tahun 2008 perlahan-lahan barulah terjadi peningkatan populasi. Hal
ini didasari pada populasi ternak kambing yang terus meningkat pada tahun 2007-2010. Ini
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Populasi ternak
kambing di Kabupaten Konawe 2006-2010
No
|
Tahun
|
Populasi
|
1
|
2010
|
16.496
|
2
|
2009
|
16.401
|
3
|
2008
|
15.309
|
4
|
2007
|
13.419
|
5
|
2006
|
20.022
|
Sumber: (BPS kota Kendari, 2010)
Dari data di atas terlihat bahwa
peningkatan populasi ternak kambing pertahun terus meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk yang ada di Kabupaten Konawe secara umum dan
Kecamatan Wawotobi secara khusus. Namun
terjadinya peningkatan populasi tersebut belum memenuhi kebutuhan daging
perkapita. Selama ini untuk memenuhi permintaan daging Kambing di Kabupaten
Konawe selalu mendatangkan dari luar
daerah seperti dari Kabupaten Konawe Selatan khususnya desa Moramo. Sehingga
perlu upaya pengembangan program pembibitan ternak di Kabupaten Konawe khususnya kecamatan
Wawotobi untuk mengatasi kurangnya pasokan daging untuk di daerah itu agar
dapat tercukupi sehingga kita tidak perlu lagi mendatangkan ternak tersebut
dari daerah lain. Selain itu dengan program Village
Breeding Center yang merupakan usaha pembibitan ternak rakyat dapat meminimalisir
angka pengangguran dan membantu
meningkatkan produktif dari masyarakat setempat untuk meningkatkan taraf hidup
yang lebih baik dan menjadikan usaha pembibitan sebagai mata pencaharian utama
bukan sebagai sampingan.
Namun ada beberapa factor yang menjadi masalah pengembangan ternak kambing
selama ini yaitu :
1. Kurangnya bibit unggul yang akan dijadikan sebagai
bibit dalam pengembangan program pembibitan.
2. Keterbatasan
anggaran dari Pemerintah untuk mendukung prospek
pengembangan ternak kambing.
3. Keterbatasan
Sumber Daya Manusia yang mampu memberikan bimbingan teknis.
4. Tidak
semua masyarakat yang memiliki keinginan yang kuat untuk menjadikan peternakan kambing menjadi sebuah bisnis
utama.
5. Masih
sedikitnya peran stakeholders lainnya
yang bersedia untuk mendorong program tersebut.
6.
Keterbatasan pengetahuan
dan sulitnya masyarakat untuk mengakses permodalan terutama kelembaga keuangan.
B. Program
Pembibitan Ternak Kambing di Kabupaten Konawe
Village Breeding Center (VBC) yang merupakan kawasan pengembangan peternakan
yang berbasis pada usaha pembibitan ternak rakyat ini bertujuan untuk
menghasilkan bibit ternak untuk keperluan sendiri atau untuk diperjual belikan.
Selain itu dengan program pembibitan ini dapat meningkatkan populasi kambing
yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan daging bagi masyarakat setempat
agar tidak lagi mengimpor daging dari luar untuk memenuhi kebutuhan akan
daging. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada program pembibitan
Kambing di Kabupaten Konawe Kecamatan Wawotobi, antara lain :
1.
Pemilihan
Lokasi VBC
Lokasi yang dipilih harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak
bertentangan dengan rencana umum tata ruang (RUTR) dan rencana detail tata
ruang daerah (RDTRD) setempat;
b. Merupakan
daerah padat ternak dan atau daerah pengembangan ternak disuatu wilayah yang
memiliki potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sosial budaya untuk
mendukung penyediaan bibit bermutu;
c. Lokasi
mudah dijangkau, terkonsentrasi dalam satu kawasan sehingga mutasi ternak dapat
dikendalikan;
d. Tersedia
sarana dan prasarana perbibitan dan petugas teknis peternakan.
Dalam pogram pembibitan
kambing. Pemilihan lokasi VBC harus disesuaikan dengan jenis ternak yang akan dikembangkan sebagai
sumber bibit di daerah tersebut guna mengetahui kesesuaian
teknis disetiap lokasi yang ditetapkan. Selanjutnya dilakukan pendataan tentang berapa populasi
tenak dan sumber daya alam, serta sarana dan prasarana yang akan digunakan
dalam program pembibitan agar program pembibitan dapat berjalan dengan baik.
2.
Kelompok Peternak
Kelompok peternak dalam
program pembibitan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki
ternak yang akan diikutkan dalam program VBC;
b. Bersedia mengikuti petunjuk teknis VBC;
c. Bersedia membentuk kelompok peternak pembibit.
Langganan:
Postingan (Atom)